Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Friday, October 3, 2008

Kauman, 19 September 2008

Ngupasan, kelurahan di kecamatan Gondomanan, Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia.

Kauman adalah nama tipe kampung yang digunakan oleh beberapa kabupaten dan kotamadya di Jawa Tengah dan Jawa Timur untuk nama sebuah area dimana komunitas orang saleh muslim (kyai) terpusat. Kampung Kauman biasanya terletak di sebelah selatan kota dengan sebuah masjid berdekatan dengan kampung itu. Beberapa etimologi mengasumsikan nama Kauman adalah sebuah singkatan atau kependekan dari "kaum iman" yang artinya "orang yang beriman / saleh".
(Dikutip dari http://en.wikipedia.org)

Sore ini cukup hangat ketika saya berangkat menuju Kauman. Kurang lebih 30 menit* perjalanan dengan Trans Jogja, pintu gapura kampung Kauman sudah menanti saya. (*30 menit, tidak termasuk nunggu di Shalter Bethesda :'( , kayaknya lebih dari 1 jam klo pake nunggu absen, bayar tiket, antre masuk bis, yang ketinggalan bis, yang transit, dan “yang”-“yang” laen. Weleh-weleh! )
Bangunan
Pertama kali menginjakkan kaki di Kauman saya merasa kecil diantara rumah-rumah yang berjajar rapat dan tidak rapi (=kumuh{kumuh menurut penilaan saya sendiri}). Entah dengan alasan apa (mugkin luas lahan untuk tiap rumah yang sempit), banyak rumah di sana dibuat bertingkat.
Nuansa Islam sudah mulai tampak sejak dari pintu. Tapi keadaan / bentuk bangunan di dalam sangat kental nuansa etnik Islam-nya (yaa.. iya laah! Namanya juga Kauman ;-P).
Deretan rumah pertama yang saya lihat, masih ada pula rumah dengan 50-60% dengan konstruksi kayu. Terutama sambungan atap. Semakin masuk ke“dalam” (maklum ga tau orientasi), rumah yang ada mulai di dominasi oleh bata.
Tidak jauh dari situ saya menemukan daerah yang cukup lapang yang di sertai taman. Si satu sisi ada jalan untuk menuju Masjid Agung, dan satu sisi masuk lebih jauh ke kampung.
Penduduk
Sejak pertama masuk warga Kauman mau menerima saya (sok ngrasa). Seyum renyah terlontar dari beberapa bapak-bapak yang sedang njagog (duduk-duduk sambil ngobrol. Sambil ngemil & ngopi tambah enak kale? :) ). Canda tawa anak-anak Kauman yang sedang asyik bermain dengan temannya semakin memperhangat kunjungan kami.
Pasar Tiban
Tak jauh dari taman seorang tua menyarankan kami untuk mengunjungi pasar tiban. “Ini lurus aja terus belok kiri. Rombongan yang tadi juga uda kesana.” ucapnya sembari menunjuk arah yang di tuju. Karena dari semula sudah tidak ada koordinasi ;-P, jadi sesampainya di Kauman juga tidak ada yang ngoordinasi. Begitu ada warga yang menyarankan untuk ke pasar, kami sisa rombongan yang naek bis Trans Jogja langsung menuju pasar.
Masih kurang 1 jam menjelang buka puasa, pasar sudah mulai ramai. Para penjajan makanan mulai sibuk menata barang dagangannya sambil menawarkannya pada saya (saya = termasuk orang-orang yang sliweran sambil liat-liat tok. Tanpa maksud apalagi tujuan buat beli).
Disini terbilang lengkap untuk menemani buka puasa. Mau jajanan ringan seperti agar-agar, puding, kolak, dan es-es an/pokoknya makanan ringan, ada. Mau yang berat berat kaya terong balado, mangut lele, gudeg pake jeroan juga ada. (tapi ada satu menu favorit saya yang ga ketemu, udah muter-muter cari tetep aja ga ada, ‘menu gratisan’ :))
Semakin dalam saya masuk, pedagang dan pembeli semakin berjubel di antara gang yang sempit itu. Suasana atau keadaan yang paling membuat saya melentingkan kata “OGAH!!” untuk datang ke tempat itu untuk kedua kalinya (apapun alasannya atau betapa pentingnya barang yang ditawarkan di situ).
Pengemis
LUAR BIASA!!!!!!!!! 19 tahun saya hidup baru pertama ini liat pengemis yang kalo kerja bareng-bareng dan area kerjanya cuma satu petak. Alias jejer-jejer.(Sayang ga ada fotonya. Maklum cuma nebeng kamera)
Ya jelas aja ga ada yang mau ngasi to mbok-mbok. Masa, ngemis oq jejer-jejer kaya gitu. Udah ngemis, pake acara kezed lagi.” Ucap saya dalam hati sambil nyengir kecut melihat sederet ibu-ibu tambun yang duduk berderet.
Udah gitu mereka malah njagog (artinya liat di atas) kaya arisan ibu-ibu PKK. Modalnya, cuma gelas bekas popmie & botol bekas buat tempat uang receh. Bener-bener pengemis yang bahagia banget + kezed.
Tapi pengemis dengan model kerja seperti ini juga ada positifnya. Mereka ga jalan-jalan liar sambil ngrundeli* pengunjung yang sedang berkunjung kesana. (*Udah minta, ga di kasi, masi mekso minta sambil ngikuti di belakang saya kemana aja, sambil baca mantra: “Mas, minta mas.”, “Mas sedekah’é.”, “ Sak rela ne mas”.{Kata nya ‘sak rela ne’, tapi oq mekso. Lha sini kan ga rela jadi ga ngasi, ya too..?! :) })

0 comments:

Post a Comment