Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Tuesday, May 19, 2009

Karakter Ruang yang Terbentuk oleh Masyarakat

Karakter Ruang yang Terbentuk oleh Masyarakat (Code)
Yohanes Wiryawan
Fakultas Teknik Arsitektur, Prodi Arsitektur
Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta
Abstrak
Code merupakan sungai yang cukup penting bagi masyarakat Jogja. Code dihuni oleh masyarakat dengan karakteristik tertentu.
Code yang teramati dalam essay ini lebih dikhususkan di kawasan Code Utara, dimana merupakan pusat kegiatan yang dilakukan Romo Mangun.
Bagaimana comunity development dapat berperan dalam mengubah masyarakat Code menjadi lebih baik?
Essay ini dibuat untuk mengangkat ruang-ruang kawasan Code sebagai aspirasi masyarakat.
Adapun pendekatan yang dilakukan adalah studi literatur tentang Code dan pelaku / aktor yang mengubah Code.
Lebih Dekat Tentang Code
Ada tiga sungai yang melintasi kota Jogja, yakni sungai Winongo, Code, dan Gajahwong. Code menjadi begitu istimewa bagi masyarakat Jogja karena sungai dengan mata air dari sekitaran Merapi ini terletak di tengah kota. Jadi Code memiliki aksesibilitas penuh dari semua sudut kota Jogja. Ini tentunya memudahkan untuk menjangkau Code.
Pada umumnya sungai adalah cekungan linier yang dialiri air. Secara default, air yang mengalir berasal dari satu atau beberapa mata air di pegunungan dan bermuara di danau atau waduk atau laut. Dengan demikian sering sungai mambawa endapan lumpur dan lapisan tanah top soil yang subur. Material yang ikut hanyut dari hulu sungai biasanya mengendap di kanan kiri sungai. Endapan baru dapat terjadi di daerah yang mulai landai. Dimana alran air sudah tidak lagi deras.
Kondisi inilah yang membuat sungai menjadi tempat paling favorit bagi manusia. Benar-banar sangat ideal dan menguntungkan. Tidak hanya untuk masyarakat modern (pasca sejarah) yang notabenenya sudah memiliki intelektual yang mumpuni untuk mengolah alam (sungai). Sejarah pun mencatat bahwa sungai adalah spot lokasi dengan perkembangan peradaban manusia paling pesat. Jadi benarlah jika Code menjadi sangat istimewa bagi masyarakat kota Jogja. Bukan hanya sekadar sumber air untuk hidup, tapi juga penuh endapan yang subur.
Dewasa ini setelah sepeninggalan Romo Mangun, pemerintah Jogja baru mulai mengupayakan Code menjadi setara dengan kawasan lain. Walaupun tetap tidak dapat sama dengan ruang-ruang Kraton atau Malioboro, namun pemerintah telah berupaya mensetarakan Code dengan mengintegrasikan Code dalam tatanan kota.
Yang Awal dari Code
Karena air adalah elemen penting dan kemudahan akses dari seluruh penjuru kota, menjadikan Code didatangi oleh orang-orang kaum marginal. Mayoritas manusia yang datang ini dikemudian hari menjadi sebuah komunitas karena kesamaan ekonomi, status, dan sebagainya. Berangkat dari komunitas awal Code, inilah yang membuat image kumuh dan miskin melekat pada kawasan Code.
Pemukiman yang ada di Code saat ini, dulu bermula dari pemukiman liar. Code utara adalah basecamp Romo Mangun. Datangnya Romo Mangun ke Code karena faktor kemanusiaan dari Romo Mangun setelah terjadi bencana banjir di Code tahun 1984. Profesinya yang sebagai rohaniawan, budayawan, arsitek, penulis, aktivis, serta kedekatannya dengan kaum miskin semakin mendorong Romo Mangun untuk melakukan perubahan di Code.
Dulu masyarakat bergaul dengan alam dengan cara mengeksplorasinya. Dengan bertambahnya waktu dan jumlah manusia yang mengekspliotasi alam secara besar-besaran, alam ini tidak lagi mampu untuk mempertahankan dirinya, apalagi menunjang kehidupan manusia. Mulailah terjadi serentetan bencana alam. Bencana-bencana yang terjadi mirip dengan efek domino. Dimana dari tiap masalah saling berkaitan satu dengan yang lain. Jadi, jika sudah terjadi satu, maka masalah berikutnya hanya masalah waktu. Konsidi yang semakin ruwet ini, bersimpul satu. Global Warming. Ini adalah akhir dari serentetan bencana-bencana kecil yang terjadi sekarang.
Bumi ini cukup untuk memuaskan tiap individu di bumi ini, tapi kurang untuk satu orang serakah.
(Ir. Setyo Dharmodjo, MT, kuliah Teori Arsitektur 2)
Arti Kehadiran Sang Romo
Romo Mangun, atau lengkapnya Yusuf Bilyarta Mangunwijaya, lahir di Ambarawa, Kabupaten Semarang, 6 Mei 1929. Lulus studi arsitektur dari ITB tahun 1959.
Selain Arsitek, Romo Mangun juga adalah seorang rohaniwaN, budayawan, dan aktifis. Kedekatannya dengan masyarakat kaum marginal yang membuat Romo Mangun cepat tanggap terhadap bencana yang terjadi di Code.
Romo Mangun mengubah Code Utara menjadi luar biasa. Rumah-rumah yang semula hanya dari karton dan plastik bekas, diubah oleh Romo Mangun. Secara fisik memang, transformasi yang dilakukan Romo Mangun tidak semua adalah barang baru. Kejeliannya melihat barang bekas ditambah kekayaan tektonika yang dimiliki beliau, menghasilkan Code seperti yang dapat kita nikmati bersama.
Kedekatan ini lah yang membedakan karya Romo Mangun dari yang lain. Menekan biaya, memanfaatkan barang bekas, kemampuan menghargai orang lain yang merupakan warna dari tiap bagunan hasil coretan tangannya.
Code, Lain Dulu Lain Sekarang
Tahun 1980an, pemerintah berencana merelokasi pemukiman yang ada di Code setelah bencana banjir. Alasan pemerintah adalah tentang kelayakan hidup. Pemerintah menganggap bahwa hidup di kolong jembatan tidak bersih dan sehat.
Namun rencana pemerintah ditolak warga setempat. Niat warga juga sejalan dengan pemikiran Romo Mangun. Bersama warga Code dan beberapa aktifis Romo Mangun bersehati menolak rencana relokai yang dilakukan pemerintah. Sempat pula Romo Mangun melakukan aksi mogok makan.
"Dulu bangunan dari kardus dan plastik. Kami membangun secara bergotong-royong. Sekarang sudah jauh berbeda. Rumah sekarang terasa lebih sehat."
(Darsono, mantan Ketua RT Code Utara)
Romo Mangun beranggapan bahwa di Code pun, masyarakat mampu hidup layak dan sehat. Berangkat dari hal ini, Romo Mangun mulai menata ulang Code Utara. Mulailah dibangun banyak fasilitas pulik.
Banyak sekali perubahan yang telah dilakukan oleh Romo Mangun. Romo Mangun menata ulang pemukiman yang telah ada. Code menjadi lebih sehat. Ada WC umum, open space untuk bermain anak-anak, balai desa, rumah susun yang sehat.
Salah satu bangunan yang tampak jelas masih ada adalah Balai Serbaguana. Di dalam rumah panggung tanpa pintu ini beratap runcing menunjuk langit tersimpan rapi buku-buku bacaan dalam rak kaca di sisi kanan dan kiri ruangan. Selain sebagai perpustakaan dan tempat belajar anak-anak kampung di sore hari, bangunan ini juga digunakan sebagai tempat pertemuan warga.
Sumber Pustaka Code
Membaca Teks Sosial Lewat Teks Visual, KomunitasMangunSemi, Birul Sinari-Adi - biruls@yahoo.com
Oase Budaya Egaliter di Sungai Code, http://kompas.com, Jumat, 8 Mei 2009, , YOHANES AD FERNANDEZ Mahasiswa Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Pemikiran Ulang dan Pembangunan Masa Depan eco-cities untuk Semua, FuturArc, PEOPLE, 2nd quarter 2009 | volume 13
Pengelolaan sampah di daerah bantaran sungai Kali Code, Komunitas Peduli Sampah, 14 Mei 2009
Permukiman Asri Tepi Kali Code, Voice of Human Rights, http://www.vhrmedia.com/vhr-news/bingkai,Permukiman-Asri-Tepi-Kali-Code-53.html
Selayang Pandang Y.B. Mangunwijaya,

0 comments:

Post a Comment