Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Sunday, May 8, 2011

Belajar Tentang Kampung Yogyakarta

Arsitrktur Kampung Kota 2
Belajar Tentang Kampung Yogyakarta
Oleh : Yohannes Wiryawan, 21.08.1289



Berbicara mengenai kampung berarti bericara mengenai batas-batas, atau tanda-tanda. Bentuk-bentuk ini akan mengacu pada tanda-tanda fisik kampung, maupun sosial. Bentukan secamacam ini akan sangat lumrah (biasa) dijumpai pada kampung. Tanda fisik biasanya menunjuk kepada batas-batas wilayah, sedang sosialnya merujuk pada nilai-nilai moral dan sosial dalam kampung.

Secara fisik, kampung menunjuk kepada area permukiman, kampung secara tempat dan ruang. Pada dasarnya kampung identik dengan sesuatu yang bukan kota, atau diluar kota. Keberadaan kampung tidak direncanakan dalam tata kota ideal.
Istilah kota pertamakali dikenalkan pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Sebutan kampung oleh orang Belanca menunjuk pada sebuah perencanaan kota yang tidak tertata, diluar komnunitas Belanda. Dalam presespi orang Belanda, kampung adalah sesuatu yang menyeramkan, kotor, kumuh, sumber penyakit yang harus disterilkan.
Dengan sistem politik Belanda yang mengklasifikasikan masyarakat di negara jajahannya, istilah kampung menjadi sebuah stereotype (anggapan) dengan maksud negatif.
Pada dasarnya, ternyata kampung adalah sebuah realita kota. Hampir semua kota-kota terlibih di Jawa, pembentukan kota didominasi oleh kampung.


Berbagai masalah yang timbul akibat kampung sebenarnya memiliki akar masalah yang justru bukan dari kampung tersebut. Yang biasa terjadi adalah masalah ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya. Dari sanalah upaya-upaya revitalisasi kampung dapat dilakukan.
Jika ditilik dari sejarahnya, kampung bukanlah pemukiman yang terjadi secara spontan. Tiap kampung membunyai latar belakang sejarah yang mengawali terjadinya kampung. Di Yogyakarta sendiri keberadaan kampung menjadi istimewa. Lahirnya kampung-kampung di Yogyakarta tidak dapat dilepaskan dari pengaruh Keraton Yogyakarta pada masa lalu yang memiliki otoritas kuat.
Kampung di Yogyakarta khususnya terebentuk oleh tiga hal. Pertama dari sistem kekerabatan. Biasanya berangkat dari ndalem. Sampai saat ini kampung yang ada diantaranya Suryowijayan, Dipowinatan, Pugeran, Sosrowijayan, dll). Berikutnya karena adanya persamaan profesi abdi dalem, Musikanan, Gamelan, Pandean, Gemblakan, Mijen, Wirobrajan, dll). Lalu yang terakhir adalah kekhususan, atau petilasan. Yang dalam arti lain sebagai peninggalan orang zaman dulu. Ini meliputi Nagan, Panggung, Taman, Seragan, dll).
Dalam kehidupannya, ada semacam ikatan-ikatan yang memperkuat eksistensi kampung. Ikatan tersebut adalah : darerah asal, profesi struktural, dan ikatan senasib.
Kampung kota kini menjadi sebuah lokalitas yang unik. Dimana kampung tidak menjadi sesuatu pemukiman yang fix, tetapi fleksibel terhadap keadaan sekitar. Kampung menjadi mudah untuk menyerap sesuatu dar sekitar.
Kampung kota menjadi sebuah bentuk lain dari desa yang mengalami pemadatan dengan peralihan mata pencaharian diluar pertanian. Kampung menjadi sebuah ruang survival dalam konteks kehidupan kota yang semakin egois.

0 comments:

Post a Comment