Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Saturday, December 18, 2010

Analisis Kelayakan Bandar Udara Adisucipto

oleh : Johannes Wiryawan

 
Bandar udara       

Mobilitas merupakan satu hal penting yang menggerakkan pergerakan perkotaan. Sehingga fungsi bandar udara sebagai pintu gerbang untuk akses pergerakan harus diperhitungkan secara cermat. Dalam perencanaan dan perancangannya dibutuhkan feasibility study / studi kelayakan yang komperhensif.
Diuraikan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan, fungsi bandar udara antara lain:
-       simpul dalam jaringan transportasi udara sesuai dengan hirarki fungsinya;
-       pintu gerbang kegiatan perekonomian nasional dan internasional;
-       tempat kegiatanalih moda transportasi.
Dapat disimpulkan dari fungsi menurut Peraturan Pemerintah ini bahwa bandar udara memiliki peran yang sangat vital. Ia merupakan simpul awal untuk terjadinya pertukaran ide, penduduk, kekayaan, dan sebagainya. Penerbangan merupakan transportasi yang tidak mengenal massa. Membawa apa saja dan melewati apa saja.
Sebuah studi yang dapat dipakai sebagai acuan dalam perencanaan sebuah tempat transportasi (Prinsip Desain Universal, North California State Iniversity), adalah:
-       equitable use
-       flexibility in use
-       simple and intuitive use
-       perceptible information
-       tolerance for error
-       low physical effrot
-       size and space for approach and use

Lebih Dekat dengan Adisucipto

Dikutip dari Wikipedia, sedikit tentang sejarah Bandar Udara Adisucipto:
Bandar udara ini dulu dinamakan Maguwo, sesuai dengan nama desa tempatnya berada (Maguwoharjo). Penggantian nama dilakukan setelah pesawat Dakota VT-CLA yang dikemudikan oleh Marsekal Muda Anumerta Agustinus Adisutjipto ditembak jatuh oleh pesawat Belanda tanggal 29 Juli 1947. Semula merupakan lapangan udara militer, namun penggunaannya diperluas untuk kepentingan sipil. Hingga sekarang masih terdapat bagian yang merupakan daerah tertutup (terbatas untuk kegiatan militer). Bandar udara ini juga merupakan bandar udara pendidikan Akademi Angkatan Udara dari TNI Angkatan Udara. Juga Skadron Pendidikan 101 (FFA AS-202-18A, T-41D) dan Skadron Pendidikan 102 (T-34C, KAI KT-1).
Dilihat dari awal mulanya, bandara ini sarat dengan militer. Ini memang bukan bandara yang dirancang khusus untuk penerbangan sipil. Bandar Udara Adisucipto adalah milik TNI yang kemudian diperluas fungsinya dengan melayani penerbangan sipil dan kargo.
Dalam perkembangannya dipenerbangan sipil, sekitar tahun 2004, Bandar Udara (BU) Adisucipto mengembangkan diri menjadi bandar udara internasional, dengan maskapai Garuda Indonesia yang memelopori rute internasional.
Perkembangan demi perkembangan mulai dirasakan dan dilakukan BU Adisucipto. Melesatnya pertumbuhan penerbangan dan semakin luasnya rute-rute penerbangan domestik maupun internasional membawa dampak seberti pisau bermata 2 bagi BU Adisucipto.
Disatu sisi, perkembangan ekonomi semakin menguat. Bandara berkembang pesat. Jutaan penumpang dapat dilayani tiap tahunnya. Secara sosial, menaikkan status wilayah dan prestisius warganya, karena kota yang didiaminya memiliki bandara internasional.
Disisi lain, timbul masalah yang cukup serius. Semakin tingginya trafik BU Adisucipto berbarengan dengan padatnya kurikulum penerbangan TNI AU. Sehingga bentrokkan-bentrokkan jadwal penerbangan sudah tidak terelakkan lagi.

Adisucipto dengan kelebihan dan permasalahannya

Dengan beradanya BU Adisucipto ditengah kota yang dilintasi jalur transportasi darat dari Timur – Barat, yang meliputi jalur mobil, busway (transjogja), kereta, membuat BU Adisucipto sebagai bandara favorit. Tak ayal jika BU Adisucipto melesat begitu cepat ketimbang bandara disegitiga kota (Joglosemar).
Status bandara internasional dan kemudahan akses dari pusat kota menjadi daya tarik yang luar biasa yang dimiliki BU Adisucipto. Tidak cukup hanya itu, karakter kota Yogyakarta yang merupakan kota budaya dan pariwisata semakin menjadikan BU Adisucipto sebagai pintu gerbang untuk masuk menyelami kota Yogyakarta.
Pasca gempa 2006, BU Adisucipto rupanya terus berbenah. Terbukti ditahun 2009, BU Adisucipto meraih peghargaan sebagai bandar udara terbersih dan ternyaman. Ditahun yang sama pasca renovasi, BU Adisucipto mampu menampung 3.2 juta penumpang per tahun.
Dibalik semua manis dan indahnya BU Adisucipto, ternyata ia juga membawa persoalan yang menohok. BU Adisucipto dikalahkan telak oleh luasan site. Site yang ada sudah tidak mampu lagi menampung penumpang dan semakin beragamnya armada dari maskapai mancanegara. Belum lagi saat harus berbagi landasan dengan pesawat-pesawat latih milik TNI AU.
Ini tentunya merupakan masalah seruis bagi BU Adisucipto. Pemenuhan sarana-sarana pendukung menjadi berkurang, sulitnya take off dan landing pesawat. Delay waktu penerbangan dan sebagainya.
Jika dibiarkan, tidak menutup kemungkinan akan mengakibatkan matinya BU Adisucipto. Karena kondisi yang kurang layak, penumpang dan maskapai bisa dengan mudah mengalihkan penerbangan ke Adisumarno (Solo) maupun Ahmad Yani (Semarang).

Ragam Solusi untuk BU Adisucipto


Wacana pemindahan BU Adisucipto dari Kota Yogyakarta ke Kulonprogo menjadi salah satu hal yang tidak bisa dipungkiri lagi. Mengingat pemindahan lokasi bandara menjadi pilihan terbaik manakala pengembangan BU Adisucipto sudah tidak lagi memungkinkan.
Berbagai alasan yang mendasari diangkatnya isu pemindahan bandara ini antara lain:
-       kapasitas, dalam statusnya sebagan bandara internasional, eksisting site yang ada sangat kurang untuk memenuhi standar kenyamanan dan kebutuhan ruang.
-       standarisasi, dalam kapasitasnya sebagai BU internasional, barang tentu Adisucipto juga disinggahi pesawat-pesawat milik maskapai luar. Pesawat-pesawat yang tergolong jumbo jet tentunya tidak dapat landing. Mengingat panjang runway saat ini adalah 2.200 meter.
-       pelayanan, perputaran moda transportasi yang terintegrasi saat ini belum optimal.
-       landuse, semakin sempitnya lahan disekitaran site sehingga sulut untuk melakukan pemeraran. Selain itu, berbaginya landasan dengan TNI AU menyebabkan banyak masalah.
Pemindahan sebuah bandar udara merupakan hal yang kompleks. Banyak aspek yang harus dicermati dalam memilih site baru. Beberapa kriteria yang dapat digunakan sebagai acuan antara lain:
-       Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Propinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Kabupaten / Kora;
-       Pertumbuhan ekonomi;
-       Kelayaka ekonomis dan teknis pembanggunan dan pengoperasian bandar udara umum;
-       Kelestarian lingkungan
-       Keamanan dan keselamatan penerbangan;
-       Keterpaduan antra dan antar moda;
-       Pertahanan keamanan negara.
(Pemerintah Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan)
Dalam bandar udara tentunya memiliki fasilitas-fasilitas. Adapun fasilitas pokok dibandara meliputi: fasilitas sisi udara, fasilitas sisi darat, fasilitas navigasi penerbangan, alat bantu pendataan visual. Adapun fasilitas penunjang yang dibutuhkan antara lain: penginapan, toko dan restoran, parkir, perawatan.
(Pemerintah Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan)


Tanggapan Masyarakat

Dalam perkembangan wacana tentang pemindahan bandara, didapati 2 argumen dalam masyarakat. Bagi mereka yang mempertahankan bandar udara tetap, mempertimbangkan kemudahan akses dari dan ke bandara. Dengan akses mudah, ekonomi cepat dibentuk. Menggingat fungsi bandara adalah pintu gerbang. Mereka yang kontra mengusulkan pemekaran wilayah dengan pembebasan lahan, memindahkan pos latihan TNI AU. Mereka beranggapan dengan jauhnya bandara daripusat kota akan mengurangi jumlah penumpang, yang tentunya berimbas pada pendapatan.
Bagi mereka yang pro, setuju dengan pemindahan, karena bagi mereka kondisi bandara saat ini sudah tidak layak, sering ada holding, delay, tidak memiliki taxiway dan kekacauan dalam penerbangangan. Mereka khawatir jika ini terus dibiarkan malah justru mengurangi kenayaman dan berimbas pada larinya konsumen. Masih menurut mereka, pemekaran site tidak mungkin dilakukan. Mengingat habisnya lahan dan bersinggungan dengan pos latih TNI AU. Mereka menilai bandara dipusat kota berarti mempengaruhi tata kota. Bangunan tidak dapat terlampau tinggi demi keselamatan. Justru menghambat kemajuan ekonomi secara makro.

Kesimpulan

Pemindahan bandara bukanlah masalah yang simpel seperti layaknya relokasi rumah kumuh. Banyak layer yang harus dipertimbangkan, jika tidak dapat menuhi seluruh tuntutan layer, dapat dipertimbangkan layer mana yang lebih diutamakan. Bisa karena itu mendesak, atau memiliki prospek jangka panjang.
Jika pemindahan benar dilakukan, maka sebaiknya dibuka akses pula ke Kulonprogo berupa jalur cepat, sub stasiun, jalur busway. Jadi walau agak jauh dari pusat kota, jarak ini dapat dibayar dengan hadirnya pilihan moda transportasi darat dengan shortcut nya masing-masing menuju pusat kota.
Dengan dipindahnya bandara ke Kulonprogo, bandara baru akan mampu menjangkau lebih banyak daerah sekitar. Seperti magelang, temanggung, dsb. Dapat pula membangkitkan perekonomian lintas wilayah. Bagi pusat kota sendiri, tidak lagi terpaku pada ketinggian tertentu untuk manuver pesawat. Pembangunan kota dapat lebih dioptimalkan secara vertikal.
Bagi kenyamanan dan lingkungan, bandara dipinggir kota akan mengurangi polusi suara.

Referensi

Bacaan
Waston, Donald. 2003. Time Saver Standard for Urban Building
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan. 2001

Internet
http://www.indoflyer.net/forum/printable.asp?m=296529&mpage=1

 
Peta
 

0 comments:

Post a Comment