Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Thursday, March 12, 2009

What Happen with Jogja in 2020

Part2

Kuliah oleh Ir. Setyo Dharmodjo, MT.
Kesimpulan yang dilontarkan pertama kali oleh Pak Setyo adalah bahwa kami mahasiswa masih berpikir meloncat kedepan, dimana pemanasan global sudah sampai tahap sempurna lengkap dengan kehancuran planet Bumi. Tapi mahasiswa melompati beberapa step / tahap sebelum pemanasan global terjadi. Dan parahnya, step yang terlompati inilah yang menjadi kunci bagi arsitek dalam membangun dikemudian hari.
Jika saya mencoba mengulang apa yang disampaikan Pak Setyo dari hasil presentasi Teori Arsitektur 2 beberapa minggu lalu, adalah:
1. Eco & Green Architecture
Arsitek mulai merancang gedung yang didalamnya juga ikut ditanami pohon, recycle water, dan yang lebih unik lagi, memindahkan rumah ke atas pohon.
2. Konsep melarikan diri
Membangun kota bawah air dan memindahkan kota ke luar angkasa.
Jika ditilik lebih dalam lagi, apa yang terjadi saat pemanasan global menjadi sempurna, jauh lebih mengerikan daripada banjir / tenggelamnya suatu kota secara permanen. Beberapa dampak lain yang dicoba dibahas waktu itu:
- Munculnya varian baru penyakit à mutan
- Badai yang biasanya terjadi di utara khatulistiwa, mulai turun ke selatan à Indonesia akan ikut mengalami badai.
- Intensitas dan kekuatan badai yang meningkat.
- Lubang ozon (O3) semakin lebar.
- Kanker kulit
- Punahnya keragaman hayati.
- Hujan asam.
- Berkurangnya persediaan air tawar / bersih à hilangnya gletser, tercemarnya air oleh asam, tingginya air laut, air tidak tersaring sempurna ke dalam tanah.
- Iklim & cuaca yang tidak menentu.
- dll

Aspek non fisik sebagai acuan
Kita sebagai arsitek diharapkan sudah mulai berpikir ke ranah kota. Dimana didalamnya terdapat aspek fisik dan non fisik dalam membangun. Disini aspek fisik diuraikan secara sederhana adalah: bangunan, jalan, kota, landmark, space, dll. Sedang aspek non fisik adalah: politik, sosial, hukum, keamanan, dll.
Kita sebagai arsitek akan terasa sangat mudah jika hanya mendapat project membanggun. Itu hanya urusan waktu saat kita mendesain. Tapi jika aspek fisik ini mulai dioverlay kan di dalam konsep bangunan yang akan dibangun, mendesain sebuah tong sampah yang dapat membuat orang pasti membuang sampah ke tong itu, bukannya di sembarang tempat atau malah di samping tong itu dengan sengaja, itu dapat memakan waktu bertahun-tahun. Ini karena telah menyangkut masalah sosial, yaitu habit masyarakat yang hobi buang sampah di sana-sini.
Contoh lain yang diberikan, berapa lama waktu yangdibutuhkan seorang mahasiswa arsitek untuk mendesain ruang kelas H.2.3. mungkin sekitar 1jam. Tapi berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mendesain ruang kelas H.2.3 agar semua mahasiswa yang masuk ke ruang kelas itu konsentrasi 100% terhadap materi kuliahnya, atau minimal walaupun mahasiswa tidak menghiraukan materi, keluar dari ruang H.2.3 tetap mendapat knowledge.

Jogja in Haven
Jadi, inti dari apa yang terjadi pada Jogja 2020, sekaligus koreksi terhadap tugas yang saya kerjakan adalah bukan kita sekedar menerapkan konsep Eco / Green Architecture, atau malah memindahkan elemen-elemen, atau bahkan Jogjanya ke bawah laut atau ke Mars, tapi lebih kepada bagaimana kita arsitek dapat menyajikan desain-desain dengan memasukkan aspek non fisik didalamnya.
Arsitek generasi berikutnya, harus mampu menjadi lilin / mercusuar didalam kegelapan dunia ini.


CONTINUITYandCHANGE
Teknik Arsitektur UK Duta Wacana
©2009 Teori Arsitektur
Imelda-Setyo

0 comments:

Post a Comment